Pengertian Ciri-ciri dan Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berdiferensiasi (Berdiferensial)
Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi (Berdiferensial)
Apa Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi ? Dalam Undang-undang No 20 Tahun 2002 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa pengembangan kurikulum secara berdiversifikasi dimaksudkan memungkinkan penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di daerah untuk mengakomodasi berbagai keragaman yang ada termasuk peserta didik.
Keragaman layanan dari
tinjauan perbedaan karakteristik peserta didik disebut dengan diferensiasi
pembelajaran. Ketika peserta didik datang ke sekolah, mereka memiliki berbagai
macam perbedaan baik secara kemampuan, pengalaman, bakat, minat, bahasa,
kebudayaan, cara belajar, dan masih banyak lagi perbedaan lainnya. Oleh karena
itu, tidak adil rasanya jika guru yang mengajar di kelas hanya memberikan
materi pelajaran dan juga menilai peserta didik dengan cara yang sama untuk
semua peserta didik yang ada di kelasnya. Guru perlu memperhatikan perbedaan
para peserta didik dan memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didiknya.
Pembelajaran
berdiferensiasi merupakan satu cara untuk guru memenuhi kebutuhan setiap
peserta didik karena pembelajaran berdiferensiasi adalah proses belajar
mengajar dimana peserta didik dapat mempelajari materi pelajaran sesuai dengan
kemampuan, apa yang disukai, dan kebutuhannya masing-masing sehingga mereka
tidak frustasi dan merasa gagal dalam pengalaman belajarnya (Breaux dan Magee,
2010; Fox & Hoffman, 2011; Tomlinson, 2017). Dalam pembelajaran
berdiferensiasi, guru harus memahami dan menyadari bahwa tidak ada hanya satu
cara, metode, strategi yang dilakukan dalam mempelajari suatu bahan pelajaran.
Guru perlu menyusun bahan pelajaran, kegiatan-kegiatan, tugas-tugas harian baik
yang dikerjakan di kelas maupun yang di
rumah, dan asesmen akhir sesuai dengan kesiapan peserta didik-peserta didik
dalam mempelajari bahan pelajaran tersebut, minat atau hal apa yang disukai
peserta didikpeserta didiknya dalam belajar, dan bagaimana cara menyampaikan pelajaran
yang sesuai dengan profil belajar peserta didik-peserta didiknya.
Jadi dalam pembelajaran
berdiferensiasi ada 3 aspek yang bisa dibedakan oleh guru agar peserta
didik-peserta didiknya dapat mengerti bahan pelajaran yang mereka pelajari,
yaitu aspek konten yang mau diajarkan, aspek proses atau kegiatan-kegiatan
bermakna yang akan dilakukan oleh peserta didik di kelas, dan aspek ketiga
adalah asesmen berupa pembuatan produk yang dilakukan di bagian akhir yang
dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran.
Pembelajaran
berdiferensiasi berbeda dengan pembelajaran individual seperti yang dipakai
untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Dalam pembelajaran
berdiferensiasi guru tidak menghadapi peserta didik secara khusus satu persatu
(on-one -on) agar ia mengerti apa yang diajarkan. peserta didik dapat berada di
kelompok besar, kecil atau secara mandiri dalam belajar. Walaupun banyak tokoh
pendidikan membicarakan hal ini, namun pada tulisan kali ini akan dibahas ide
dan hasil karya dari Carol Tomlinson, seorang penggagas utama dari pembelajaran
berdiferensiasi ini.
Ciri-ciri Pembelajaran Berdiferensiasi (Berdiferensial)
Association for Supervision
and Curriculum Development (2011) menyadur Tomlinson sebagai pionir dari
pembelajaran berdiferensiasi dengan menuliskan bahwa ada beberapa karakteristik
dasar yang menjadi ciri khas dari pembelajaran berdiferensiasi ini. Ciri-ciri tersebut
dapat dilihat melalui tabel di bawah ini: (ASCD, 2011)
1) Bersifat proaktif. Guru
secara proaktif dari awal sudah mengantisipasi kelas yang akan diajarnya dengan
merencanakan pembelajaran untuk peserta didik yang berbeda-beda. Jadi bukan
menyesuaikan pembelajarannya dengan peserta didik sebagai reaksi dari evaluasi
tentang ketidakberhasilan pelajaran sebelumnya.
2) Menekankan kualitas daripada
kuantitas. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, kualitas dari tugas lebih
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Jadi bukan berarti anak yang pandai
setelah selesai mengerjakan tugasnya akan diberi lagi tugas tambahan yang sama,
namun ia diberikan tugas lain yang dapat menambah keterampilannya.
3) Berakar pada asesmen. Guru
selalu mengases para peserta didik dengan berbagai cara untuk mengetahui keadaan
mereka dalam setiap pembelajaran sehingga berdasarkan hasil asesmen tersebut, guru
dapat menyesuaikan pembelajarannya dengan kebutuhan mereka.
4) Menyediakan berbagai pendekatan
dalam konten, proses pembelajaran, produk yang dihasilkan, dan juga lingkungan belajar.
Dalam pembelajaran berdiferensiasi ada 4 unsur yang dapat disesuaikan dengan
tingkat kesiapan peserta didik dalam mempelajari materi, minat, dan gaya
belajar mereka. Ke empat unsur yang disesuaikan adalah konten (apa yang
dipelajari), proses (bagaimana mempelajarinya), produk (apa yang dihasilkan setelah
mempelajarinya), dan lingkungan belajar (iklim belajarnya)
5) Berorientasi pada peserta
didik. Tugas diberikan berdasarkan tingkat pengetahuan awal peserta didik
terhadap materi yang akan diajarkan sehingga guru merancang pembelajaran sesuai
dengan level kebutuhan peserta didik. Guru lebih banyak mengatur waktu, ruang,
dan kegiatan yang akan dilakukan peserta didik daripada menyajikan informasi
kepada peserta didik.
6. Merupakan campuran dari pembelajaran
individu dan klasikal. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
kadang-kadang belajar bersamasama secara klasikal dan dapat juga belajar secara
individu.
7, Bersifat hidup. Guru
berkolaborasi dengan peserta didik terus menerus termasuk untuk menyusun tujuan
kelas maupun individu dari para peserta didik. Guru memonitor bagaimana
pelajaran dapat cocok dengan para peserta didik dan bagaimana penyesuaiannya. Sumber:
(ASCD, 2011)
Arti penting Pembelajaran Berdiferensiasi (Berdiferensial)
Pembelajaran yang
berdiferensiasi memungkinkan guru untuk memberi peserta didik dukungan yang
mereka butuhkan, yang sangat mungkin berbeda-beda satu sama lain. Alih-alih
menyatukan mereka dalam satu kelompok besar di kelas dengan satu cara untuk
semua, pembelajaran berdiferensiasi yang diberikan dalam kelompok belajar yang
lebih kecil memudahkan guru untuk melihat peserta didik mana yang telah
menguasai tujuan pelajaran dan telah memiliki keterampilan untuk melanjutkan
pembelajaran. Di saat yang sama, guru juga dapat melihat peserta didik yang
masih membutuhkan dukungan atau intervensi.
Catlin Tucker (2011)
menjelaskan pentingnya pembelajaran diferensiasi ke dalam tiga poin, yaitu:
a. pembelajaran yang
berdiferensiasi menantang peserta didik yang cerdas untuk menggali pembelajaran
secara lebih dalam. Disisi lain pembelajaran berdiferensiasi juga menyediakan dukungan
bagi peserta didik tingkat bawah atau peserta didik dengan ketidakmampuan
belajar - baik yang teridentifikasi maupun yang tidak teridentifikasi;
b. memberi kesempatan
peserta didik untuk menjadi tutor sebaya. Hal ini memperkuat pemahaman peserta
didik yang telah menguasai materi sambil memberikan dukungan bagi peserta didik
yang masih kesulitan. Gaya belajar timbal balik dan kolaboratif semacam ini
adalah cara guru untuk memanfaatkan kekuatan di kelas; dan
c. sama halnya dengan
ukuran pakaian di toko yang tidak akan selalu pas dengan ukuran tubuh konsumen,
guru juga perlu memahami bahwa satu pendekatan standar untuk mengajar tidak
akan memenuhi kebutuhan semua atau bahkan sebagian besar peserta didik. Tanpa
upaya untuk memvariasikan instruksi untuk memenuhi kebutuhan individu setiap
peserta didik, kurikulum pasti akan membosankan dan membingungkan abahkan
membebani. Pembelajaran berdiferensiasi adalah kunci untuk menjangkau semua
peserta didik.
Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berdiferensiasi
Dalam pembelajaran berdiferensiasi
ada beberapa prinsip dasar yang harus diingat oleh guru dalam penerapannya.
Tomlinson (2013), menjelaskan ada 5 prinsip dasar yang berhubungan dengan pembelajaran
berdiferensiasi. Kelima prinsip itu dapat disimpulkan
a. Lingkungan Belajar
Lingkungan
belajar yang dimaksud meliputi lingkungan fisik sekolah dan kelas dimana
peserta didik menghabiskan waktunya dalam belajar di sekolah. Iklim belajar
merujuk pada situasi dan kondisi yang dirasakan peserta didik saat belajar, relasi,
dan berinteraksi dengan peserta didik lain maupun gurunya. Di dalam
pembelajaran guru harus memberikan respons kepada peserta didik sesuai dengan
kesiapan, minat, dan profil belajar mereka supaya kebutuhan mereka dalam belajar
terpenuhi. Guru perlu memiliki koneksi dengan peserta didiknya sehingga ia
dapat mengenali profil peserta didik yang diajarnya baik dalam hal kesiapan
mereka dalam menerima pelajaran, minat apa yang dimiliki peserta didiknya untuk
dapat dengan mudah menerima pelajaran, dan bagaimana cara yang tepat untuk
menyampaikan pelajaran kepada peserta didik sesuai dengan gaya belajar mereka
masing-masing. Prinsip ini mengharuskan guru memperhatikan kenyamanan dan
keamanan para peserta didik di kelasnya. Fisik kelas perlu ditata dengan baik
sesuai dengan kebutuhan pelajaran. Kursi dan meja belajar peserta didik harus
disesuaikan bentuknya dengan pelajaran saat itu. Misalnya pengaturan kursi dan
meja untuk diskusi kelompok kecil tentu saja berbeda dengan kursi untuk
melakukan debat. Iklim belajar harus diupayakan agar terdapat rasa saling
percaya, menghormati satu dengan yang lainnya, pemberian kesempatan kepada
peserta didik untuk terlibat dalam pelajaran, pengajaran untuk tekun dan
bekerja keras dalam mengikuti pelajaran dan mengerjakan tugas yang diberikan, dan
kesempatan untuk berefleksi tentang apa yang telah dikerjakan atau dipelajari
di kelas. Semua orang di dalam kelas baik guru maupun para peserta didik harus
memiliki pemikiran bahwa mereka semua harus bertumbuh dan tidak ada yang
tertinggal. Para peserta didik yang pandai pun harus merasa bertumbuh di kelas
sehingga mereka tidak merasa bosan berada di kelas. Setiap orang di dalam kelas
juga harus memiliki relasi yang baik satu dengan yang lainnya, jadi tidak ada
peserta didik yang merasa terisolasi dan tidak terpenuhi kebutuhannya.
Di
samping memiliki relasi dan koneksi dengan peserta didik, guru juga perlu
membuat peserta didiknya menaruh kepercayaan terhadap dirinya. Hattie dalam
Tomlinson (2013) menyatakan bahwa kepercayaan dari peserta didik diperoleh guru
dengan cara:
1)
memberikan respek yang benar terhadap nilai, kemampuan, dan tanggung jawab dari
peserta didik;
2)
memberikan optimisme kepada peserta didik bahwa mereka memiliki kemampuan yang
besar untuk mempelajari materi pelajaran yang diberikan; dan
3)
aktif dan mendukung peserta didik secara nyata agar mereka dapat sukses.
b. Kurikulum yang
berkualitas
Di
dalam kurikulum yang berkualitas tentu saja harus memiliki tujuan yang jelas
sehingga guru dapat tahu apa yang akan dituju di akhir pembelajaran. Di samping
itu fokus guru dalam mengajar adalah pada pengertian peserta didik, bukan pada
apa materi yang dihafalkan mereka. Yang terpenting adalah pemahaman terhadap
materi pelajaran yang ada di benak peserta didik sehingga dapat diterapkan
dalam kehidupannya. Kurikulum haruslah membawa peserta didik kepada pengertian
yang tepat tentang materi yang diajarkan, bukan kepada seberapa banyak peserta
didik dapat menghafal materi yang diberikan. Di dalam kurikulum juga
tergambarkan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran melalui tugastugas
yang diberikan dan asesmen yang dikerjakan oleh peserta didik. Kurikulum juga
seharusnya bersifat teaching up yang artinya tidak ada satupun peserta didik
yang tertinggal atau berhenti dalam pengajaran. Bagi para peserta didik yang memiliki
kemampuan lebih, guru harus menantang mereka mengerjakan tugas lain untuk
mengembangkan keterampilan mereka. Sementara bagi para peserta didik yang
memiliki kemampuan yang kurang. Guru harus membantu mereka mengerjakan
tugas-tugas mereka sehingga mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
ditentukan.
Hal
lain yang perlu diperhatikan oleh guru adalah bagaimana kurikulum yang ada
dapat menantang semua peserta didiknya baik yang memiliki kemampuan di atas
rata-rata, yang sedang, maupun di bawah rata-rata. Bagi peserta didik yang
berada di atas rata-rata, guru perlu menantang mereka dengan pemikiran-pemikiran
lain yang lebih mendalam tentang materi yang dibahas sehingga mereka tidak akan
jenuh dan bosan dalam mempelajarinya.
Sementara
untuk peserta didik yang berada di bawah rata-rata, guru perlu memikirkan
langkah-langkah konkrit yang perlu dilakukan untuk dapat menolong mereka
selangkah demi selangkah dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan dan
mencapai tujuan pembelajaran.
c. Asesmen berkelanjutan
Asesmen
pertama yang dilakukan oleh guru adalah asesmen di awal pelajaran sebelum
membahas suatu topic pelajaran. Fungsi dari asesmen awal adalah mengetahui sampai
sejauh mana peserta didik memahami bahan atau materi pelajaran yang akan
dipelajari dan juga mengukur sejauhmana kesiapan/kedekatan peserta didik
terhadap tujuan pembelajaran. Jadi Kesiapan belajar yang dimaksud lebih mengacu
pada pengetahuan awal atau pre-knowledge para peserta didik, bukan pada
kecerdasan intelektual mereka. Cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk asesmen
awal ini adalah dengan:
1)
meminta peserta didik mengisi lembar KW. Di kolom K (Know) guru menanyakan
hal-hal apa yang telah diketahui peserta didik tentang materi pelajaran yang akan
dibahas. Kemudian dalam kolom W (Want to know), peserta didik menuliskan apa
saja yang mereka ingin ketahui dari materi yang akan dibahas saat itu. Memberikan
pertanyaan apa yang mereka ketahui tentang materi pelajaran yang akan
diajarkan;
2)
Brainstorming dengan peserta didik sebelum memulai pelajaran untuk menanyakan
hal-hal yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan dipelajari. Melalui pertanyaan-pertanyaan
tersebut guru dapat mengetahui kesiapan peserta didik dalam mempelajari materi tersebut;
3)
Memberikan pre tes kepada peserta didik tentang materi yang akan dipelajari
sehingga guru mengetahui kemampuan awal peserta didiknya; dan
4)
Membuat kontrak belajar dimana masing-masing peserta didik menuliskan apa
sumber bahan yang akan dipakai untuk mempelajari materi pelajaran, bagaimana ia
akan mempelajari materi pelajaran, dan sampai sejauh mana ia mengetahui tentang
bahan atau materi yang akan dipelajari.
Asesmen
kedua yang perlu dilakukan adalah asesmen formatif yaitu asesmen untuk
mengetahui apakah masih ada materi yang belum jelas, sulit dimengerti oleh para
peserta didik. Asesmen formatif ini bersifat diagnostic karena melalui asesmen
formatif ini guru dapat mengetahui apakah para peserta didik sudah mengerti
materi pelajaran yang dibahas, masalah-masalah apa yang dihadapi peserta didik
sehingga sulit mengerti materi pelajaran, apa yang perlu dilakukan oleh guru
untuk membantu peserta didik, apakah guru sudah mengajar dengan menggunakan
media atau metode yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik atau apakah ada
tingkah laku atau cara guru yang membuat sulit peserta didik mengerti materi
pelajaran, dan bahkan membantu mereka lebih mudah mengerti materi pelajaran.
Jadi
asesmen formatif ini biasanya dilakukan bukan untuk memberikan nilai dalam
bentuk angka seperti nilai ulangan yang bersifat kuantitatif, tapi lebih berupa
penilaian kualitatif, yaitu dengan memberikan pertanyaan uraian singkat di mana
mereka dapat mengemukakan pendapat mereka.
Kemudian
selama pembelajaran berlangsung guru memperhatikan bagaimana peserta didiknya
belajar, apakah ada yang perlu dibantu dalam mengerjakan tugas yang diberikan
atau perlu dijelaskan ulang instruksi dalam tugas yang diberikan. Setelah
pembelajaran berakhir, guru kembali melakukan evaluasi sebagai penilaian hasil
belajar di akhir mempelajari suatu materi pembelajaran. Guru dapat melakukan
berbagai macam cara untuk evaluasi akhir pembelajaran, tidak hanya selalu
bergantung pada ulangan yang seperti biasa dilakukan oleh guru sebagai
satu-satunya cara menilai hasil akhir dari pembelajaran peserta didik.
Guru
dapat meminta anak membuat suatu produk tertentu yang misalnya berupa video,
poster, maket, blog, lagu, puisi, proyek kemanusiaan, kampanye suatu gerakan,
dan lainlain.’
d. Pengajaran yang
responsif
Melalui
asesmen formatif guru dapat mengetahui apa kekurangan-kekurangannya dalam
membimbing peserta didiknya untuk memahami isi pelajaran. Setelah mengetahui
hal-hal tersebut guru harus merespons dan mengubah pengajarannya sesuai dengan
kebutuhan para peserta didik yang ada di kelasnya. Oleh karena itu, guru dapat
memodifikasi rencana pembelajaran yang sudah dibuat dengan kondisi dan situasi
lapangan saat itu sesuai dengan hasil dari asesmen yang dilakukan sebelumnya.
Guru
perlu juga memberikan akses dan petunjuk yang jelas kepada peserta didik di
mana mereka mendapatkan materi pelajaran yang kredibel. Guru perlu menjelaskan
tugas yang harus dikerjakan dengan jelas beserta rubrik penilaian yang akan
dipakai, kapan waktu pengumpulan, dan di mana harus dikumpulkan sehingga peserta
didik mengetahui ekspektasi guru terhadap tugas tersebut. Karena pengajaran
lebih penting dari kurikulum sekolah sendiri, maka guru harus memberikan
responsnya terhadap hasil pembelajaran yang sudah dilakukan. Respons dari guru
adalah menyesuaikan pelajaran berikutnya sesuai dengan kesiapan, minat, dan juga
profil belajar peserta didik yang guru dapatkan melalui asesmen di akhir
pelajaran.
e. Kepemimpinan dan
Rutinitas di kelas
Guru
yang baik adalah guru yang dapat mengelola kelasnya dengan baik. Kepemimpinan
di sini diartikan bagaimana guru dapat memimpin peserta didiknya agar dapat
mengikuti pembelajaran dalam iklim pembelajaran dan situasi yang kondusif,
melalui kesepakatan kelas yang ditetapkan bersama. Sedangkan rutinitas di kelas
mengacu pada keterampilan guru dalam mengelola atau mengatur kelasnya dengan
baik melalui prosedur dan rutinitas di kelas yang dijalankan peserta didik
setiap hari sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Hal-hal
yang dapat dilakukan oleh guru misalnya:
1)
meletakkan materi dan bahan pelajaran yang dibutuhkan peserta didik agar mudah
dijangkau;
2)
memberikan arahan yang jelas dalam setiap tugas yang harus dikerjakan peserta
didik karena tidak semua peserta didik mengerjakan tugas yang sama;
3)
menjaga agar suara percakapan peserta didik yang sedang berdiskusi dalam
kelompok tidak saling mengganggu satu dengan lainnya;
4)
menyediakan cara kepada peserta didik bagaimana meminta bantuan guru ketika
guru sedang membantu peserta didik lainnya;
5)
menjelaskan kepada peserta didik apa yang mereka harus lakukan setelah mereka
selesai mengerjakan tugas yang diberikan;
6)
mengatur bagaimana peserta didik tahu kapan harus membantu temannya yang
kesulitan dalam pembelajaran; dan
7)
memberitahu peserta didik bagaimana meletakkan barang-barang atau materi
pelajaran yang sudah dipakai dengan teratur dan rapi.
5. Keragaman Peserta Didik
Setiap
manusia diciptakan unik dan khusus, tidak ada satu orangpun yang sama persis
walaupun mereka kembar tetapi pasti ada perbedaan di antara mereka. Demikian
juga halnya dengan peserta didik di kelas. Ketika mereka masuk dalam sekolah
pastinya mereka bukanlah selembar kertas putih yang kosong. Di dalam diri
setiap anak ada karakteristik dan potensi yang berbeda satu sama lainnya yang
harus diperhatikan oleh guru. Tomlinson (2013) menjelaskan keragaman peserta
didik dipandang dari 3 aspek yang berbeda, yaitu:
a.
Kesiapan Belajar
Pengertian
kesiapan di sini adalah sejauhmana kemampuan pengetahuan dan keterampilan
peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengetahuan dan keterampilan
awal apa yang sudah dimiliki oleh peserta didik terhadap materi pelajaran yang
akan dibahas. Guru perlu bertanya, apa yang dibutuhkan oleh peserta didiknya
sehingga mereka dapat berhasil dalam pelajarannya. Kesiapan peserta didik harus
berhubungan erat dengan cara pikir guru-guru yaitu bahwa setiap peserta didik
memiliki potensi untuk bertumbuh baik secara fisik, mental dan kemampuan
intelektualnya.
b.
Minat
Minat
memiliki peranan yang besar untuk menjadi motivator dalam belajar. Guru dapat
menanyakan kepada para peserta didik apa yang mereka minati, hobby, atau
pelajaran yang disukai. Jika sekolah memiliki guru BK (bimbingan dan konseling)
atau bahkan seorang psikolog yang berkompeten untuk memberikan tes psikologi
kepada anak agar dapat diketahui bakat dan minat anak secara lengkap dan jelas.
Pentingnya diketahui minat dari para peserta didik karena tentu saja mereka
akan mempelajari dengan tekun hal-hal yang menarik minat mereka masing-masing.
c.
Profil (gaya) Belajar
Profil
(gaya) belajar peserta didik mengacu pada pendekatan atau bagaimana cara yang
paling disenangi peserta didik agar mereka dapat memahami pelajaran dengan
baik. Ada yang senang belajar dalam kelompok besar, ada yang senang berpasangan
atau kelompok kecil atau ada juga yang senang belajar sendiri. Di samping itu
panca indra juga memainkan peranan penting dalam belajar. Ada yang dapat
belajar lewat pendengaran saja (auditori), ada yang harus melihat gambargambar
atau ada yang cukup melihat tulisan-tulisan saja (visual). Namun ada pula
peserta didik yang memahami pelajaran dengan cara bergerak baik menggerakan
hanya sebagian atau seluruh tubuhnya (kinestetik). Ada juga peserta didik yang
hanya dapat mengerti jika ia memegang atau menyentuh benda-benda yang menjadi
materi pelajaran atau yang berhubungan dengan pelajaran yang sedang
dipelajarinya.
Elemen yang Berdiferensiasi
Dalam pembelajaran
berdiferensiasi empat aspek yang ada dalam kendali atau kontrol guru adalah
Konten, Proses, Produk, dan Lingkungan atau Iklim Belajar di kelas. Guru dapat
menentukan bagaimana empat aspek ini akan dilaksanakan di dalam pembelajaran di
kelas. Guru mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk mengubah konten, proses,
produk, dan lingkungan dan iklim belajar di kelasnya masing-masing sesuai
dengan profil peserta didik yang ada di kelasnya. Gambaran singkat dari empat
aspek ini adalah sebagai berikut:
a. Konten
Yang
dimaksud dengan konten adalah materi apa yang akan diajarkan oleh guru di kelas
atau materi apa yang akan dipelajari oleh peserta didik di kelas. Dalam
pembelajaran berdiferensiasi ada dua cara membuat konten pelajaran berbeda,
yaitu:
1)
menyesuaikan apa yang akan diajarkan oleh guru atau apa yang akan dipelajari
oleh peserta didik berdasarkan tingkat kesiapan dan minat peserta didik, dan
2)
menyesuaikan bagaimana konten yang akan diajarkan atau dipelajari itu akan
disampaikan oleh guru atau diperoleh oleh peserta didik berdasarkan profil
(gaya) belajar yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik.
Strategi
yang dapat dilakukan oleh guru untuk dapat mendiferensiasi konten yang akan
dipelajari oleh peserta didik adalah:
1)
menyajikan materi yang bervariasi;
2)
menggunakan kontrak belajar;
3)
menyediakan pembelajaran mini;
4)
menyajikan materi dengan berbagai moda pembelajaran; dan
5)
menyediakan berbagai sistem yang mendukung.
b. Proses
Yang
dimaksud dalam proses pada bagian ini adalah kegiatan yang dilakukan peserta
didik di kelas. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang bermakna bagi
peserta didik sebagai pengalaman belajarnya di kelas, bukan kegiatan yang tidak
berkorelasi dengan apa yang sedang dipelajarinya. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh peserta didik ini tidak diberi penilaian kuantitatif berupa
angka, melainkan penilaian kualitatif yaitu berupa catatan-catatan umpan balik
mengenai sikap, pengetahuan dan keterampilan apa yang masih kurang dan perlu
diperbaiki/ditingkatkan oleh peserta didik. Kegiatan yang dilakukan harus
memenuhi kriteria sebagai kegiatan yang:
1)
baik, yaitu kegiatan yang menggunakan keterampilan informasi yg dimiliki
peserta didik; dan
2)
berbeda dalam hal tingkat kesulitan dan cara pencapaiannya. Kegiatan-kegiatan
yang bermakna yang dilakukan oleh peserta didik di dalam kelas harus dibedakan
juga berdasarkan kesiapan, minat, dan juga profil (gaya) belajar peserta didik.
c. Produk
Biasanya
produk ini merupakan hasil akhir dari pembelajaran untuk menunjukkan kemampuan
pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman peserta didik setelah menyelesaikan
satu unit pelajaran atau bahkan setelah membahas materi pelajaran selama satu
semester. Produk sifatnya sumatif dan perlu diberi nilai. Produk lebih
membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya dan melibatkan pemahaman
yang lebih luas dan mendalam dari peserta didik. Oleh karenanya seringkali
produk tidak dapat diselesaikan dalam kelas saja, tetapi juga di luar kelas.
Produk dapat dikerjakan secara individu maupun berkelompok. Jika produk
dikerjakan secara berkelompok, maka harus dibuat sistem penilaian yang adil berdasarkan
kontribusi masing-masing anggota kelompoknya dalam mengerjakan produk tersebut.
Berbeda
dengan performance task/assessments yang walaupun merupakan penilaian sumatif
karena mencakup satu unit pelajaran atau satu bab, satu tema, dan perlu dinilai
juga, biasanya asesmen ini diselesaikan di kelas dan jangka waktu pengerjaannya
lebih singkat dari produk. Guru merancang produk apa yang akan dikerjakan oleh peserta
didik sesuai dengan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang harus
ditunjukkan oleh mereka. Guru juga perlu menentukan kriteria penilaian dalam
rubrik sehingga peserta didik tahu apa yang akan dinilai dan bagaimana kualitas
yang diharapkan dari setiap aspek yang harus dipenuhi mereka. Guru juga perlu
menjelaskan bagaimana peserta didik dapat mempresentasikan produknya sehingga
peserta didik lain juga dapat melihat produk yang dibuat. Produk yang akan dikerjakan
oleh peserta didik tentu saja harus berdiferensiasi sesuai dengan kesiapan,
minat, dan profil belajar peserta didik.
d. Lingkungan belajar
Lingkungan
belajar yang dimaksud meliputi susunan kelas secara personal, sosial, dan
fisik. Lingkungan belajar juga harus disesuaikan dengan kesiapan peserta didik
dalam belajar, minat mereka, dan profil belajar mereka agar mereka memiliki motivasi
yang tinggi dalam belajar. Misalnya guru dapat menyiapkan beberapa susunan
tempat duduk peserta didik yang ditempelkan di papan pengumuman kelas sesuai
dengan kesiapan belajar, minat, dan gaya belajar mereka. Jadi peserta didik
dapat duduk di kelompok besar atau kecil yang berbeda-beda, dapat juga bekerja
secara individual, maupun berpasang-pasangan. Pengelompokkan juga dapat dibuat
berdasarkan minat peserta didik yang sejenis, maupun tingkat kesiapan yang
berbeda-beda maupun yang sama tergantung tujuan pembelajarannya. Pada dasarnya,
guru perlu menciptakan suasana dan lingkungan belajar yang menyenangkan bagi
peserta didik sehingga merasa aman, nyaman, dan tenang dalam belajar karena
kebutuhan mereka terpenuhi.
Demikian uraian Pengertian Ciri-ciri dan Prinsip-Prinsip
Pembelajaran Berdiferensiasi. Selamat mengimplemantasikan Kurikulum
Merdeka, semoga sukses.
0 Comments